Tuesday, April 15, 2008

Pak Usman dan SD Ranto Panjang

Ketika hendak berkunjung ke lokasi pelatihan manajemen perpustakaan yang diadakan oleh rekan-rekan edukasi di ADP Aceh Barat, pada tanggal 8 April 2008 lalu, saya lumayan terkejut dengan tempat diadakannya training itu, di SD Ranto Panjang, Kecamatan meurebo, Kabupaten Aceh Barat. Sekolah Dasar Ranto Panjang memerlukan 20-30 menit perjalanan dengan mobil dari pusat kota Maulaboh. Kita tidak akan mengira ada gedung sekolah sebagus itu di perkampungan yang mayoritas warganya bertanam padi. Padi menguning dan sesekali kotoran kerbau berserakan di sepanjang jalan raya menuju SD tadi. Gedungnya sederhana saja, tetapi rapi tersusun dan bersih

Sekolah paling pink se-Aceh Barat

Gedung warna merah muda, atau lebih tepatnya pink menyambut saya dan teman-teman. Menurut teman-teman disana, hanya sekolah inilah satu-satunya yang semua gedungnya berwarna pink dari muka ke belakang di Meulaboh. Halaman sekolah yang sangat luas dengan kehijauan tanaman dan rindangnya pepohonan membuat kita merasa sejuk walaupun semua orang tahu bagaimana panasnya Meulaboh, yang hampir sama dengan Jakarta. Saya disambut seorang bapak berpeci putih dengan ramahnya. Rupanya, sejak kemarin teman-teman sudah membuat rumor bahwa ada “wartawan” World Vision yang akan berkunjung ke sana. “Pak Haji Usman”, katanya memperkenalkan diri. Itu nama lengkap beliau, kepala sekolah SD Ranto Panjang yang sangat asri ini. Menurut rekan-rekan, beliau sangat antusias, dan bersemangat tinggi menanti kedatangan siapapun, apalagi dia tahu bahwa “wartawan” akan datang menjumpai.

Saya diperkenalkan dan disambut senyuman. Bertanya apa kabar, saya langsung diarahkan teman-teman menanyakan kebun sekolah beliau. Saya gak nyambung awalnya. Ada urusan apa liputan pelatihan manajemen perpustakaan dengan soal kebun? Rupanya teman-teman Meulaboh sengaja mengarahkan sang tuan rumah—Pak Usman tadi—untuk “memamerkan” sekolahnya karena memang lain dari yang lain. Minimal unik dibanding banyak sekolah lainnya di Aceh Barat.

Sekolah yang cukup luas halamannya itu ditata sedemikian rapi dan indahnya dari dalam maupun dari luar. Gedungnya hanya berlantai 1 tapi memanjang membentuk huruf “U”, persis di depan jalan raya. Sekolah yang sederhana itu dipimpin Haji Usman kurang lebih 1 setengah tahun lamanya, tapi sudah banyak mengalami perubahan, terutama perubahan sikap mental murid-murid dan guru yang mengajar disana.

Dimulai dengan teladan

Pak Usman menghabiskan waktu di sekolahnya bukan hanya urusan tanda tangan surat-surat atau menerima tetamu yang datang dari beragam tempat. Beliau juga membereskan lingkungan sekolah. Perubahan tampaknya datang karena pengawasan beliau yang tiap hari tanpa lelah. Pak Usman tinggal di rumah sederhana yang masih berada di dalam kompleks sekolah. Rumah beliau dulunya habis dihantam tsunami tahun 2004, dan akhirnya ketika beliau ditempatkan di SD Ranto Panjang, rumah sederhana tadi menjadi tempat dia dan keluarganya tinggal. Pak Usman bukan tipe orang yang suka memerintah apalagi orang yang pemarah. Anggapan saya beliau aslinya memang begitu melihat betapa rapinya semua hal diatur di sekolah itu. Sebaliknya, beliau sangat tenang, bahkan sangat jarang marah. Bilamana hendak menegur guru, beliau mengajak mereka masuk ke ruangannya dan mengarahkan guru tersebut membaca poin tata laku guru yang ada di kantornya. Tiap poin menghendaki sikap tertentu dan beliau langsung menyuruh guru membaca poin kesalahannya sendiri. Tak perlu menghentak meja, guru-guru langsung berkaca-kaca, menyesal, dan berjanji akan berubah. Dan nyatanya memang demikian.

Pak Usman jarang di kantornya, walaupun kantornya diatur sangat nyaman, beliau lebih banyak berkeliling dari pagi sampai siang, memungut sampah yang berserakan, mencabuti rumput, dan bilamana perlu menyapu sendiri. Melihat perilaku beliau, murid enggan membuang sampah sembarangan. Bilamana ada murid yang ketahuan membuang sampah botol Aqua, misalnya, hukumannya, murid harus mencari 10 botol Aqua serupa dari mana saja. Demikian naik hukumannya sampai kepala sekolah bila kelihatan, harus mencari 30 sampah serupa. Jangan marah bilamana Anda dihukum mencari 40-50 sampah bila ketahuan membuang sampah sembarangan.

Pohon Kelapa Sawit memberi kesejahteraan

Di dekat pagar sekolah, ada 5 pohon kelapa sawit yang berumur 5-7 tahun dan sudah berbuah. Tiap bulan, bisa dua kali dipanen buahnya, dan dijual seharga Rp 200.000,00. Uang hasil penjualan tadi dipakai untuk mendukung operasional sekolah, sehingga uang minum dari pemerintah daerah kepada guru diterima dengan penuh dan tidak akan disalahgunakan. Pekarangan sekolah yang penuh dengan pepohonan, diwarnai dengan kebun kecil 2X8 meter dan dua kolam ikan. Ada kacang panjang, mentimun yang besar sekali buahnya, dan tomat tumbuh di dalam sekolah. Semua guru dan hamper semua masyarakat sekitar sekolah pernah merasakan “berkat” ini, sehingga tidak akan ada yang jahil mengambil sayuran milik sekolah itu. Ikan-ikan juga sering dibagikan untuk guru-guru. Uniknya, semua tanaman dan kolam ikan tadi diurusi oleh murid-murid sekolah, bukan pegawai sekolah. Murid-murid sengan sukarela sore hari menyirami kebun dan merawat tanaman.

Kembali ke masalah sampah. Pak Usman punya ide bagus untuk sampah di sekolahnya. Beliau memasang dua tipe tong sampah. Yang satu untuk sampah non-organik, yang lain sampah organik. Untuk sampah organik, beliau punya tong khusus diberi judul “KOMPOSTER”. Sebagaimana terdengar, tong tadi adalah tempat sederhana pembuatan kompos dari sampah organik murid dan guru. Kompos dipakai memupuki tanaman sekitar sekolah.

Antusiasme yang Menular

Perlakuan beliau terhadap guru dan murid dengan memberi contoh sungguh membanggakan dan mengundang kekaguman saya. Betapa semua guru, bahkan guru dari sekolah lain sangat menghormati beliau. World Vision menangkap keberhasilan dan prestasi beliau ini sejak lama, selain tentu saja beliau selalu ingin diajak serta dalam kegiatan apapun yang World Vision adakan di Meulaboh. Intinya, beliau berpesan jangan sampai ada kegiatan pendidikan yang diselenggarakan World Vision, dan beliau tak diundang. Semangat yang luar biasa dari beliau untuk memajukan pendidikan di sekolahnya menular ke sekolah lain, kepala sekolah lain, dan guru-guru sekolah lain. Kepala sekolah lain cemburu karena apabila ada kegiatan pelatihan atau pertemuan, WV selalu mengundang bertemu di SD-nya Pak Usman. Mereka terdorong untuk diajak hal yang sama. Semangat Pak Usman menular kepada banyak orang.

Kantor Khusus World Vision

Selain system pengajaran yang baik dan dukungan perangkat sekolah dalam menunjang kesejahteraan guru, SD bimbingan Pak Usma juga memiliki sanggar tari yang dilatih khusus oleh staf sekolah. Mereka belajar tarian Seudati dan sering di panggil oleh Bupati untuk dipertontonkan dalam acara-acara kabupaten. Dalam penutupan Training Pelatihan Perpustakaan tanggal 10 April lalu, peserta dan saya sendiri disuguhkan tarian khas Aceh, Seudati. Anak-anak binaan SD Ranto Panjang menari dengan semangat hamper tanpa kesalahan. Latihan yang rutin dan panjang selalu membuat anak-anak itu siap tampil kapan saja dibutuhkan.

Sekolah Dasar Ranto Panjang sebenarnya tidak tercakup dalam desa binaan World Vision, sehingga SD beliau bukanlah SD binaan kita. Tetapi beliau sangat senang dengan usaha kita dan ajakan kerjasama kita. Bahkan dalam ruangan kantor beliau, ada satu meja lengkap dengan komputer dan perangkatnya yang terbaru tersedia untuk World Vision kapan saja perlu. Beliau menerangkan bahwa kantornya adalah kantor World Vision yang kedua khusus untuk rekan-rekan edukasi. Betapa tersanjungnya saya mendengar itu. Semangat dan usaha beliau yang tak kenal lelah dan teladannya yang sangat baik sudah banyak membantu menyemangati guru-guru dan kepala sekolah di Kecamatan Meurebo, Aceh Barat, kami berharap daerah lain di Aceh dan Indonesia secara luas bisa belajar juga dari beliau.

*John F. Audermansenn Sinaga adalah

Communication Officer untuk Aceh Development Program

World Vision Internasional Indonesia

No comments:

Blog Archive