Friday, May 18, 2007

Naga Bonar itu orang Batak bonar-bonar (benar-benar) ?


Banyak orang Batak yang sangat senang film Naga Bonar ditayangkan bioskop 21 di seluruh Indonesia tahun ini. Banyak yang mengatakan film itu mengingatkan orang akan sentimen dan nostalgia ke-Batak-an Indonesia. Banyak yang senang karena akhirnya kalimat: “pamanmu si Bujang sudah kularang bertempur. Bertempur pulak lagi dia. Matilah dia sekarang dimakan cacing!”. Banyak juga yang senang karena akhirnya melihat Tora Sudiro main film dengan—the legend—Dedy Mizwar setelah sekian lama hanya muncul di sinetron. Bagi saya sendiri semuanya itu campur dari satu. Tiga-tiganya adalah alasan saya. Antusiasme yang muncul seminggu setelah film itu keluar, langsung membuncah. Sehari setelah rombongan Pak Yusuf Kalla menontonnya massal di bioskop di Jakarta, saya dan teman-teman sekantor sigap berencana menontonya besok harinya.

Sepanjang minggu setelah film itu saya tonton, di dalam komunitas Batak banyak diskusi sebagai bentuk apresiasi film dan seni. Karena ini film sangat laris dan pasti banyak yang nonton. Orang Batak merasa ada hal janggal yang harus dijelaskan. Sebagai orang Batak, saya sendiri banyak pertanyaan di dalam hati tentang setting budaya yang dipakai Bang Mizwar dalam filmnya ini. Perdebatan tentang film ini saya pikir sangat baik untuk menumbuhkan apresiasi seni dan kritik sosial masyarakat kita. Mulai dari mereka yang membicarakan film ini melalui mailing-list sampai di sekolahan, kantor, sampai di warung jajan pun akan ramai kita temukan di Kota Medan saat ini.


Film dimulai dengan adegan Dedy (atau Dedi, saya kurang jelas. Mohon maaf kalau salah) Mizwar menangis meminta izin di depan makam istrinya, ibunya, dan si Bujang tadi. Bagi masyarakat Batak, nama “Bujang” tidak akan diberikan kepada anak siapa pun. Apalagi laki-laki. Sehingga banyak yang merasa nama ini adalah penghinaan terhadap orang Batak, karena arti dari kata itu sangat kasar. Saya sendiri tak sanggup menulisnya disini. Kata itu hanya dipakai untuk penghinaan tingkat tinggi kepada manusia. Nilai ke-kasarannya sama dengan menyebut “mati Kau!”. Mungkin saja si Bujang bukanlah Sumatera Utara atau lahir di Sumatera Utara, apalagi lahir di tanah Batak. Premis saya, mungkin dia orang Melayu (non Sumatera Utara), atau Padang, atau Aceh. Karena semua orang di Sumatera Utara dari etnis manapun tidak akan lupa atau pura-pura lupa apa arti kata itu. Dengan demikian, diragukan Naga Bonar adalah benar orang Batak karena dia harusnya tahu betul kata 'bujang' itu artinya tidak sopan.

Film terus berjalan dan di tengah jalan saya baru sadar bahwa cara mengucapkan kata atau bahasa Inggrisnya “pronounciation” dari semua tokoh Batak di film ini sangat janggal. Semua kata atau hampir semuanya diucapkan/dilafalkan dengan ke-Batak-Batak-an. Penekanan berlebihan pada huruf “a”, “e”, “o”, dan nada bicara. Kalau Anda pernah ke Medan, pasti tahu bahwa orang Medan tidak separah itu mengucapkan hampir semua huruf vokal, dan setinggi itu dalam pelafalan kata tertentu. Menarik sekali.

Di tengah film, ada kata yang lucu sekali diucapkan Naga Bonar dan Bonaga yakni: “BENGAK!”. Bagi orang Batak asli dan lahir di luar kota Medan, “bengak” sepertinya tidak ada artinya. Tetapi bagi orang Medan yang umurnya 20-40 tahun saat ini, mungkin tahu apa artinya. Kata itu jarang diketahui orang yang lahir zaman tahun 2000-an dan tidak akan diketahun artinya bagi orang di luar kota Medan. Kata itu “asli” milik orang Medan. Artinya hampir sama dengan “bloon, goblok, dungu” . Kalau kata itu diucapkan oleh mereka yang umurnya 50 tahun ke atas terdengar sangat menghina dan merendahkan, tetapi oleh Tora, terdengar sangat lucu dan menggelikan.

Terakhir, nama Naga Bonar sendiri. Di tengah masyarakat Batak, marga “Naga” adalah singkatan bagi Sinaga, yakni marga saya sendiri. Tetapi marga “Bonar” dibelakang “Naga”, tidak dikenal sama sekali. Yang ada hanya satu di bumi, yakni: Sinaga Bonor. Dan sekali lagi, itulah marga saya sepenuhnya. Nah, apakah Naga Bonar sebenarnya berarti Sinaga Bonor, atau sebenarnya plesetan dari Bonar Sinaga? Kita tidak tahu. Nah, kalau memang abang Mizwar memang sebenarnya ingin menyebutkan Sinaga Bonor seperti yang lazimnya, maka saya mengucapkan selamat datang dalam keluarga Sinaga Bonar! Sama nya kita ternyata!! (dengan logat Batak).

1 comment:

Anonymous said...

bang, bagus benar ulasannya... satu yang kurang, namun agaknya dapat dilengkapi apabila abang selesai menonton Nagabonar karya Asrul Sani.

Bujang memang orang melayu, bukan batak. Sedangkan "Nagabonar" adalah satu nama bukan "Naga Bonar", sehingga tak jelas apa marganya :)

kemungkinan besar Nagabonar adalah orang Melayu Medan, karena dalam film Nagabonar, dia senang menyanyikan lagu-lagu melayu daripada lagu batak :)

salam kenal!

Blog Archive