Pagi-pagi saya terbangun karena AC di kamar ternyata mati, panas rasanya. Saya buka TV langsung ke CNN, karena emang itu stasiun berita mulu isinya. Nampak gambar Anderson Cooper dan news sticker numpang lewat bertuliskan: The King of Rock, Michael Jackson dies few hours ago. Saya pikir ini Michael Jackson pemerkosa anak mana yang mati?, atau hanya korban tabrak lari. Pokoknya bukan berita penting. Lalu pindah ke BBC dan Al-Jazeera. Eh isinya sama, Michael Jackson meninggal. Ada apa ini? Sakit apa dia? Apa ada beritanya juga di televisi Indonesia? Eh ternyata gak ada. Berjam-jam seluruh televisi asing memutar film dan komentar manusia di dunia ini tentang hidupnya
Waktu kecil sampai remaja saya diisi dengan buku, peta, majalah anak-anak (itupun kadang bekas), kursus (atau bahasa Medannya “Les”) dari Senin sampe Jumat. Saya sangat suka kalau bepergian ke rumah sepupu saya yang agak lebih tua dan jauh rumahnya dari rumah kami. Saya senang karena pasti mereka memutar musik, film, atau punya poster artis macam-macam di kamarnya. Saya akan diajak dansa, lompat sana lompat sini mendengarkan kaset mereka. Apalagi liburan panjang, pasti lebih senang. Yang paling membuat saya senang adalah datang ke pesta ulang tahun sepupu-sepupu saya. Disana ada makanan kecil dan permen tak terbatas jumlahnya. Dan, musik pop-rock-disco ala Michael Jackson.
Mereka yang lahir di awal tahun 1980-an barangkali yang paling beruntung di bumi ini karena masa itu sampai tahun 1990-an awal, ada banyak aliran musik yang lumayan revolusioner. Rock and roll dan disko di-remix oleh New Kids on the Block, Ace of Base, dan yang pasti sang Maestro, Michael Jackson.
Saya yang dulu kurus kerempeng (percayalah) sering melompat kesana kemari, berteriak mengulang-ulangi musik-musik mereka. Kemanapun saya pergi, di
Dalam hidupnya Jacko memang lahir dari keturunan Afrika-Amerika, jadi dia pasti negro. Tapi anak-anak zaman millennium ini pasti tidak percaya kalau melihat tampangnya sekarang (yang putih pucat) itu adalah hasil operasi dan treatment anti-pigment ratusan bulan, puluhan tahun. Jacko berusaha tampil menutupi keaslian dirinya.
Jacko pernah dicap anti Tuhan dan pedophile. Saya mengenal kata “Oedipus Complex” setelah melihat betapa dia mencintai Liz Taylor, nenek tua yang mencintainya. Jacko bersuara sangat pelan dan halus kalau tidak bernyanyi. Tetapi akan berteriak sekuat tenaganya ketika di atas panggung.
Semua orang yang berumur 20 tahun ke atas dan pernah mendengar radio, membaca
Dari puluhan tahun hidup mengenal Jacko kita bisa belajar banyak dari dia. Jacko tidak pernah tampil acak-acakan di muka umum. Dia akan berusaha tampil paling ganteng, paling manis, paling mencolok di tengah umum untuk semua orang. Dia selalu muncul dengan senyuman, dengan siapapun. Dia konsisten memberi yang terbaik dalam semua konsernya, pekerjaanya. Tidak ada satu pun nama besar manusia di bumi ini hari ini yang kematiannya bisa menandingi dampak emosi sebesar Jacko bagi semua orang, tak peduli ras dan agamanya apa, di negara manapun. Semua dunia musik dan segala genrenya kehilangan jacko. Karena hampir semua musik terpngaruh olehnya.
Mesin industri kreatif Amerika ini sudah memperkaya negaranya jutaan dolar dan miliran lagi untuk semua foto dan memorabilianya. Jacko adalah icon industri kreatif Amerika 4 dekade dalam hidupnya. Dia membuat jutaan orang punya alasan untuk membuka dan dan akhirnya memperkaya MTV dan semua produk publisitas keartisan.
Jacko senang dengan publisitas yang bombastis dan masif. Jacko senang disukai semua orang, dan dia sadar itu. Saya bisa bayangkan Jacko sedang melambaikan tangannya sekarang ke arah jutaan manusia yang duduk-berdiri-tertidur yang tak habis pikir kehilangan dia. Semua orang pasti akan mati; hanya, Jacko terlebih dahulu dari kita.
Jacko adalah sosok manusia yang mati kesepian di tengah-tengah jutaan manusia yang mencintainya. Jacko harus merasakan adiksi yang luar biasa akan obat pemati rasa, pil anti-pigment, dan segala obat penyokong hidupnya yang lain. Dia harus menerima cacian dan hujatan karena didugak ”melecehkan” anak di bawah umur secara seksual. Dia harus merasakan kesusahan finansial di akhir hidupnya, sampai barang-barang pribadinya dilelang untuk membiayai gaya hidupnya yang mahal.
Jackson pernah berada di puncak tertinggi hidup manusia, dan lembah terdalam juga. Dia sudah merasakan bagaimana rasanya sensasi hidup paling nikmat dalam dunia ini, dimana tak satupun yang dapat menandinginya. Dia sudah bertemu ratusan orang penting lainnya di bumi ini, mampu memelihara jutaan fans yang super gila, tapi sayangnya tidak bisa mempertahankan satu pun pernikahnnya. Dalam hidupnya yang super mewah dan super ajaib itu sayangnya Jacko tak bisa membeli kebahagiaan. Meninggalkan utang yang mata kita tak sanggup melihat panjangnya angka NOLnya.
Untungnya dia ditemani oleh keluarga dan anak-anaknya di ujung hidupnya, setidaknya dia bisa melihat bagaimana hanya keluargalah yang bisa memberikan kebahagiaan itu walaupun tanpa diminta, tanpa harus menari, tanpa harus berdiri di atas panggung, tanpa harus berteriak.
Having lost Jacko is just like loosing Elvis Prestley, Frank Sinatra, and Britney Spears at the same time, same day. Good bye, Jacko, thanks for your all your life entertaining us, giving happiness and joy. We will truly miss you…..
If you are in the gate of heaven now, GOD must be asking you to do the dance, the moonwalk dance, one more time!
No comments:
Post a Comment