Friday, September 04, 2009

“The Life of a Politician”: Beginilah Politisi harus mati


Kakek umur 77 dan keluarganya

“Hidupmu berarti bagi banyak orang diukur dari berapa banyak yang bersedih ketika engkau mati”

Ada ribuan orang berdiri dari ujung ke ujung di sepanjang perjalanan peti mati dalam mobil hitam itu. Didalamnya terbaring tenang seorang Edward M. Kennedy, sebutan akrabnya, Teddy. Saudara laki-laki John Kennedy ini dipanggil penciptanya di 77 tahun umurnya yang luar biasa. Saya punya seorang tante, kakak mama saya yang bulan lalu berulangtahun ke-76, dan masih neli (nenek lincah), tapi tak terbayang dalam usianya itu masih bersemangat mengurusi Negara seperti Teddy masih hidup. Nama John Kennedy menginspirasi Ibu saya untuk memberi nama depan yang sama untuk saya. Pilihannya waktu itu John atau Daniel Sahuleka. Sayangnya, saya bukan mau bicara tentang asal muasal sama disini. Terlepas dari afiliasi politik dan orientasi dan prinsip politik beliau, saya merasa perlu untuk menuliskan sesuatu.

Keluarga Kennedy dari zamannya sudah kaya raya, bukan karena dapat HPH atau BLBI, tapi memang karena ayah mereka pengusaha kaya dan sukses. Mereka membangun dan memberi banyak sekali kepada masyarakat dan bangsanya. Lucunya, kaya luar biasa tapi anak laki-lakinya nya semua mengurusi negara. Tak perlu diceritakan disini, semua orang juga tahu.

President John Fitzgerald Kennedy adalah seorang Presiden Amerika Serikat Irlandia Katholik yang pertama dan satu-satunya beragama Katholik yang pernah menjadi presiden di Amerika Serikat. Ibu mereka alim dan memang mengukir anak-anak mereka dengan luar biasa. Saya masih ingat satu tulisan tentang Rose Elisabeth Kennedy, Ibu John dan Teddy yang melarang anak-anak dan cucunya menonton televisi. Mereka melarang TV tapi sangat terkenal di TV. Saran yang bagus untuk kita.

Teddy, bukan hanya lalu lalang di dunia politik dan mengurusi ribuan undang-undang dan peraturan hukum selama 46 tahun melayani bangsa di Senat, tapi dia hampir tidak pernah luput dalam foto keluarganya. Dia akan menghadiri ulang tahun sepupu perempuannya atau keponakan paling nakal bolak-balik Washington DC ke New York atau kemanapun undangan membawanya. Dia pasti punya waktu untuk selembar undang-undang ecek-ecek dan ponakan yang baru dibaptis, apalagi debat di Kongres.

Senator bagi Amerika

Teddy mewakili Massachusetts yang sangat liberal di Amerika selama empat puluh tahun lebih dalam hidupnya. Ribuan dan puluhan ribu orang bersedia membiayai kampanyenya dari kantong pribadi masing-masing, berletih-letih mendukung beliau selama itu tanpa ada yang berani menyaingi. Coba hitung ada berapa politisi di Senayan yang macam ini? Disana politisi dibayari masyarakat, bukan menyuap mereka untuk memilihnya.

Sepanjang puluhan kilometer iringan mayat beliau lewat menuju Arlington, mata saya berkaca-kaca. Ribuan orang bertepuk tangan ketika giliran mobil itu melewati mereka. Teddy sudah menjadi Senator bukan hanya bagi orang Boston, tapi seluruh Amerika. Menyebut namanya sama dengan menyebut pahlawan. Hampir tidak ada yang tidak kenal, minimal pernah melihat wajahnya. Seorang Ibu berteriak memanggil namanya, dan ketika wartawan menanyai:
”memangnya Ibu kenal beliau? Kenapa mau datang berdiri disini?”.
jawabnya, ”Saya kenal beliau, saya percaya pikiran-pikirannya.
Saya memuji dia yang konsisten membela kami orang susah”.
”Saya bukan orang Boston, tapi saya bangga pernah mengenal beliau”.

Ada berapa ribu manusia yang berdiri tapi tidak mengenal pribadinya. Ada berapa puluh ribu lagi yang setia menonton televisi sampai mayatnya ditidurkan ke dalam bumi. Tak terhitung. Bukan pemilihnya, bahkan bukan orang Demokrat, bukan Katholik, bukan keturunan Irlandia, tapi hormat luar biasa. Beliau adalah senator semua warna semua orientasi.

Politisi yang mati untuk perjuangannya

Sepanjang hidupnya, Teddy membela orang miskin, gay dan lesbian, korban politik, dan yang penyakitan. Beliau memperjuangkan asuransi kesehatan (medicare) bagi warganegara Amerika dan berujung maut karena masalah penyakit juga, kanker otak. Perjuangan beliau digantikan anak laki-lakinya yang sudah duduk di Kongres. Saya bersyukur pada Tuhan hidup di zaman ini melihat keluarga yang luar biasa itu. Kita berterima kasih pada Tuhan karena sudah melahirkan seorang seperti Teddy. Hidup sampai matinya adalah teladan yang otentik akan politisi pejuang. Berjuang bagi partai habis-habisan dan warganya lebih habis-habisan.

Yang kematiannya menunjukkan betapa masyarakat mencintai politisinya, menghargai pekerjaanya, prinsip hidupnya, perjuangannya. Yang kematiannya membubarkan semua dinding kepartaian, perdebatan akan prinsip politik, dan jualan politik. Yang ”mengontrakkan hidupnya sampai mati setia bagi warganya, bangsanya”. Yang hidupnya menjadi inspirasi bagi masyarakat dan politisi lainnya betapa ”suara rakyat adalah suara Tuhan” itu memang benar. Beliau memberi alasan kuat menginsipirasi mengapa menjadi politisi itu penting. Beliau memberi harapan bagi bangsanya, bagi kaum muda untuk berjuang dalam politik, menginspirasi saya.

Selamat jalan, Om Teddy, terima kasih keluarga Kennedy, terima kasih untuk inspirasinya.

No comments:

Blog Archive