Saya yakin sebagian besar manusia Indonesia yang mengikuti kisruh soal KPK dan penggantian pimpinannya makin bingung tiap hari. Siapa yang harus didengar? Presiden dan anak buahnya bikin tim, DPR minta ikut menguji, MA bilang gak perlu, ICW dan teman-temannya juga bilang begitu dan siap-siap akan melaporkan Pak Kapolri ke Komisi Kepolisian Nasional. Ternyata memang untuk ngurusin si ”Cicak Super” itu gak gampang. Bukan karena ribetnya administrasi, tapi karena memang korupsi itu barang penting ternyata. Bukan hanya urusan moral dan hukum, politik juga ikut masuk. Semua mau turun tangan, takut gak kebagian.
Kita memang sudah puluhan tahun tidak percaya sama lembaga negara apapun di negeri ini. Hampir tidak ada departemen atau dewan-dewanan, komisi-komisian, lembaga-lembagaan yang bisa mendiamkan orang Indonesia kalau ada kekisruhan. Hari ini semua bising bicara tentang KPK dan penggantian pimpinannya. Kemarin semua bicara tentang Bank Indonesia, Pengadilan Tipikor, Komisi Pemilu, dan entah besok tentang apa. Di Indonesia ini, jabatan politik seseorang itu sangat penting, dan begitu sebaliknya, jabatan publik apapun bisa dipengaruhi isu politis. Sampai-sampai mau jadi ketua umum Golkar aja pun sampe masang iklan. Aburizal Bakrie dan keluarganya jadi bintang iklan dua minggu ini. Ada apa ini?
Yang satu sibuk dengan KPK, yang lain dengan partainya, tapi orang di Sidoarjo tetap Lebaran sambil main lumpur-lumpuran, yang di Cianjur, Garut, Tasikmalaya tetap masih ngungsi dan hanya makan Indomie. Coba tanya pendapat mereka tentang KPK, sungguh mati tidak ada yang peduli. Memang kekuasaan di negeri ini, jabatan politik dan publik dan segala urusan politik gak ada hubungannya dengan rakyat. Dalam artian, rakyat hanya akan diurusin kalau urusan politik sudah beres diurusin, sudah pas isi dompet dan rekening, baru kita sama-sama urusin rakyat. Mau lihat contohnya? Coba lihat berapa ratus orang anggota DPR tercinta yang bolos 2 bulan ini dari rapat pleno! Lihat seberapa banyak RUU yang berubah jadi UU hanya dihadiri oleh tanda tangan manusia, bukan manusianya, hanya tanda-nya saja. Semua sibuk ngurusin baju barangkali, atau rumah dinas. Soalnya kan harus digusur cepat-cepat bulan depan.
Nah, urusan dengan sang ”Cicak Super” bagaimana? KPK yang sering diganti-ganti dengan istilah ”cicak” ini gak ada bedanya, dibuat stress sama politisi kita. Untungnya staf KPK masih punya otak, nurani, dan semangat. Mereka masih bekerja, bikin laporan, memeriksa calon tersangka, dan rekening sana-sini. Kalau pimpinan KPK nanti diisi sama orang yang dekat si-A, pasti besok dicecar, kalau dekat si-B, dicecar juga. Jadi maunya bagaimana? Diisi sama orang yang gak pernah kenal siapapun, tapi integritasnya terakui, gitu? Bagaimana cara mencarinya? Kenapa tidak mereka yang duduk di ICW (taruhlah begitu) atau organisasi macam itu yang kita calonkan semua jadi pimpinan KPK? Kan mereka masih bisa kita anggap jujur dan terintegrasi nurani dan tingkah lakunmya. Bagaimana?
Tapi nanti (misalkan) ICW kosong dong. Mau diisi sama siapa lagi? Siapa lagi yang akan mengkritik kerja KPK nanti kalau begitu? Kalau semua yang kita pikir bersih lalu jadi pejabat, nah lantas siapa yang akan jadi pengawas, kelompok penekan? Katanya kalau bisa yang duduk di KPK independen, gak punya ”pertemanan dan kepentingan” dengan kelompok manapun. Masih bisa apa enggak orang ICW mengkritik teman mantan ICW-nya yang akan ada di KPK? Kalau polisi dan jaksa saja kita sudah tidak percayai lagi, ini sudah gawat luar biasa. Hampir semua lembaga negara di negeri ini ada komisi pengawasnya, kita tidak percaya sama yang kita percayai menjagai kita. Semua saling tak bisa percaya, tak punya teladan, tak punya standard moral utama untuk didengarkan dan dihormati suaranya.
Ayo, mari kita bingung....
No comments:
Post a Comment